Dear Temans,
Alhamdulillah, hari ini dakuw dapat kesempatan untuk hadir di acara Dee's Coaching Clinic di The Sunan Hotel, Solo. Hotel yang nyaman di tengah kota.
Pukul 06.00, dakuw berangkat ngebis dari Ungaran bersama Aditya Meilia. Very excited!
Acara hari ini adalah pembuka dari rangkaian acara Dee's Coaching Clinic yang akan diadakan di 4 kota lain yaitu Jakarta, Surabaya, Medan dan Makassar.
![]() |
Goodie bag unyu |
Peserta Dee's Coaching Clinic ini adalah para pemenang lomba review buku Gelombang yang diadakan Penerbit Bentang Pustaka, juga beberapa wartawan dan blogger bertugas meliput acara. Peserta yang juga penggemar Dee garis keras nampak antusias. Mereka datang dari berbagai kota antara lain Solo, Yogya, Magelang, Ungaran, hingga Bogor dan Bandung.
![]() |
Suasana santai bersama Dee |
Penulis kelahiran Bandung, 20 Januari 1976 ini, ingin sebuah workshop yang beda. Ia ingin peserta bebas bertanya, mengeluarkan uneg-uneg tentang kepenulisan untuk dijawab oleh Dee, berdasarkan pengalaman menulisnya.
Dee sering sekali mendapat pertanyaan seputar menulis. Daripada ia menjawabnya berulang-kali, pegal ya. Ia ingin menulis sebuah buku tentang menulis. Dan workshop di 5 kota ini ia jadikan ajang untuk mengetahui apa saja sih kesulitan para calon penulis? Ceritanya, para peserta ini adalah kelinci percobaan hihihi. Simbiosis mutualisma, kata Dee.
Istri Reza Gunawan ini sangat santai dan ramah orangnya. Tak nampak kalau ia adalah penulis dan seleb beken. Sebelum acara dimulai, ia nyeker karena tak tahan memakai sepatu hak tinggi, hihi. 30 peserta diminta memperkenalkan diri dan menceritakan motivasi menulisnya. Dakuw sih ingin menulis novel, hihihi. Sampai sekarang, belum tercapai! Hihi.
![]() |
Sesi tanya jawab dengan peserta yang antusias |
Setelah berkenalan, mulai deh acara tanya-jawab. Dari pertanyaan yang terkumpul, mulailah Dee yang wajahnya fresh walau baru tiba di Solo menjawab pertanyaan kami satu-persatu. Dakuw coba rangkum satu-persatu yaa. Semoga bermanfaat, mari menulis sekarang juga!
Mengapa Dee menulis?
Saat remaja, ia penulis diari yang tekun. Ia sering berkhayal ketika Indonesia terjadi bencana, semuanya musnah. Lalu seorang petualang menemukan tumpukan diarinya yang ditaruh di sebuah peti perak, orang itu membacanya dan tahu sejarah Indonesia di masa silam. Juga kehidupan seorang Dee yang menarik. Dee menulis diarinya dengan pensil, dan berharap suatu hari akan ditemukan? Bukannya tulisan pensil cepat hilang ya? Hehe.
Menurut Dee, seorang penulis tak cukup hanya berbakat, tak cukup jago story telling, tapi ia harus orang yang tekun. Jam terbang penulis, menentukan kualitasnya. Bukan dilhat dari banyaknya karya yang terbit, tapi seberapa banyak ia menulis dan berlatih.
![]() |
Fans Dee semua buku koleksinya diangkut ke Sunan hihi |
Rutin menulis akan membunuh alasan-alasan yang sering dikeluarkan para calon penulis: nggak ada mood, nggak ada ide, tidak ada waktu. Rutinitas akan bikin tulisan selesai
Walau banyak yang menganggap penulis adalah pekerjaan yang romantis dan dramatis, tapi bagi Dee penulis adalah profesi. Penulis adalah orang biasa yang tetap melakukan kegiatan normal seperti orang lain. Tidak usah didramatisir.
![]() |
Ketemu Mas @Ariysoc penulis travelling uhuy |
Karakter dalam buku Dee selalu hidup dan sangat nyata. Padahal, mereka adalah fiksi.
Bagaimana bisa membuat tokoh yang hidup?
Ya, karena Dee selalu membuat tokoh yang tidak sempurna. Tokohnya harus punya 90% sifat baik dan 10% kelemahan. Begitu sebaliknya dengan tokoh antagonis. Tokoh itu harus punya kelemahan seperti ordinary people, ah, dia gue banget!
Tapi ia harus punya satu kelebihan yang membuat pembaca mupeng ingin seperti dia. Contohnya Elektra, penampilannya seperti orang biasa tapi, ia memiliki kelebihan yang berhubungan dengan listrik. Campurkan hal-hal biasa dan imajinatif dalam satu tokoh, maka blam! Dia akan menarik! Selain itu, Karakter utama juga harus mampu men-drive cerita. Dia yang beraksi.
Dalam pemilihan nama tokoh dalam novelnya pun, Dee melalui proses panjang. Tidak asal comot. Seperti orangtua yang memberi nama pada bayinya. Sarat makna. Seperti nama Elektra, karena tokoh itu punya kekuatan listrik. Nama Zarra karena dalam bahasa Arab, berarti partikel.
![]() |
IIDN dan KEB asiiik |
Untuk mampu menuliskan karakter yang nyata, penulis harus mempunyai kamera penulis. Bukan kamera digital atau DSLR yaa. Kamera penulis adalah kemampuan seorang penulis untuk jeli mengamati sekelilingnya. Ia harus menjadi pengamat dan melihat lebih dalam, merekam apa-apa yang ia lihat untuk disimpan di bank datanya. Jika diperlukan, karakter itu bisa ia comot dari bank data dan dituliskan.
![]() |
Duo Dewi Uhuk semoga ketularan kerennya hihihi |
Teknik mendalami karakter tokoh kita bisa wawancarai target yang akan jadi karakter kita. Misal tokoh Bodi, ada sosok nyatanya. Yang jadi model tokoh Bodi.
Gimana membuat setting terasa real?
Apakah ia pernah ke Tibet seperti bukunya Gelombang?
Penulis memerlukan riset. Dan riset itu ada 4 macam yaitu datang langsung ke TKP, yang ini tentu saja membutuihkan waktu dan biaya besar. Kedua, mewawancarai orang yang mengenal betul daerah setting naskah kita. Beri pertanyaan tepat, minta ia menggambarkan situasinya secara detil.
Ketiga, riset internet via Google, berusaha temukan sumber valid. Dee minimal membuka 50 window. Keempat, riset pustaka dari buku-buku. Fyi, Ia belum pernah ke Tibet dan menuliskan Tibet dari hasil riset mewawancarai orang dan mengintip Google. Keren!
Dengan memaksimalkan kamera penulis, maka akan semakin detil naskah yang kita tulis. Veris militude, apa yang di dalam naskah tampak nyata. Semakin penulis detil dan pede dengan yang ditulisnya, maka pembaca pun akan percaya bahwa naskah kita nyata. Mengikat mereka untuk membaca hingga tamat.
Dee termasuk orang yang penciumannya peka. Dan ia merasa, penulis Indonesia jarang menggunakan indera penciuman dalam mendeskripsikan sesuatu dalam naskah. Kebanyakan deskripsinya visual. Padahal dengan deskripsi aroma, mampu meningkatkan veris militude.
Contoh deskripsi aroma adalah, ia menceritakan aroma lemari jati dalam pembuka ceritanya. Cara memaksimalkan panca indera dalam tulisan? Latihlah menulis dengan mendeskripsikan aroma suatu benda, juga teksturnya.
Gimana Dee mampu membuat diksi yang bagus?
Kemampuan Dee menulis lagu ternyata bermanfaat sekali dalam menulis diksi.
Ia menjadi lebih peka dengan kalimat yang kurang enak di telinga.
Gimana agar kita tahu naskah enak dibaca? Read Aloud, bunyikanlah kalimat kalian.
Begitu juga teknik membuat analogi yang pas. Caranya dengan banyak melamun. Menghubungkan suatu hal dengan satu hal lain. Kabut seperti tirai putih? Aktifkan kamera penulismu, visualisasikan seperti adegan film.
Apakah penulis boleh memasukkan kisah pribadinya ke dalam naskah?
Ya, pasti ada bagian pribadi penulis dalam naskah. Dan itu akan membuat naskah menjadi nyata. Tapi, jangan melulu cerita tentang dirimu. Temukan ide lain.
Pesan Dee, Jangan khawatir kalau draft pertama kamu kacau.
Keep going! Teruskan sampai kelar!
Ah, jelek! Klise!
Don't worry, teruskan sampai titik penghabisan.
Akan ada kesempatan untuk menulis ulang. Re-writing. Lebih baik memperbaiki yang rusak, daripada menemukan kertas kosong. Cerita yang tidak kunjung kelar.
Kadang, kita terlalu banyak berpikir, takut pada hal yang tidak jelas. Mulailah!
Ngepop atau sastra, apa yang ia tulis tetaplah sebuah cerita. Dee menantang diri untuk membuat cerita 500 halaman. Awalnya, ia juga ditertawakan. Apa bisa?
Sebagai panduan menulis, menyusun bahan yang kadang terlalu banyak, Dee membuat timeline dan outline untuk naskahnya.
Dee juga suka menuliskan poin-poin adegan yang kira-kira akan mencengkram hati pembaca dan akan memasukkannya dalam plot.
Awalnya, Dee menulis tanpa struktur. tidak memperhatikan target dan jumlah halaman. Ia menyampaikan apa adanya. Kini, ia sudah bisa menulis dengan menentukan target halaman dan berapa lama akan dicapai dengan cara membuat skema 1 tahun.
Misalnya, untuk novel berikutnya ia menargetkan menulis 100.000 kata. Dengan mengambil cuti sehari dalam satu minggu. Dan ia ingin punya cukup waktu mengedit sekitar 6 bulan, maka Dee menargetkan menulis 6 bulan yaitu Januari-Juli. Dan mengedit Agustus-Desember. Jika dihitung, maka setiap hari ia hanya harus menulis 2 halaman. Keciiil hehe.
Jadi, para calon penulis jangan takut deadline jika ingin menjadi penulis profesional. Deadline bukan penghalang kreativitas atau menjadikan sebuah karya menjadi karya asal jadi. Deadline adalah penangkis segala macam alasan seperti nggak punya waktu atau nggak mood. Buatlah deadline yang realistis. Satu cerpen dalam sebulan, maka dalam setahun, kamu bakal punya satu buku kumpulan cerpen. Nikmaat..
![]() |
Antre yang rapi yaa |
Jangan terlalu ingin memikirkan ide-ide hebat dan luar biasa. Tulis yang kamu sukai, yang ingin kamu baca. Bagi Dee, Kita tidak mencari inspirasi, inspirasi yang mencari kita, ide itu perjodohan, penulis adalah medium. Begitulah ia menjadi budak Supernova. ia hanya pencerita. Hehe, mistis!
Buku pertama Dee adalah Supernova: Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh pada tahun 2001. Ia terbitkan dengan biaya sendiri sebanyak 7000 eksemplar. Fantastis, buku ini sold out dalam waktu 2 minggu. Padahal, buku ini hanyalah untuk menghadiahi diri sendiri di ultahnya yang ke-25.
![]() |
Antrian tanda tangan |
Untuk buku kedua, ia merasa perlu menjalin kerjasama dengan penerbit. Apalagi, setelah seorang senior menyuruhnya membaca ulang kembali bukunya karena banyak typo di bukunya. Uhuk. Bekerja sama dengan editor, ia merasa memiliki teman diskusi yang punya mata jernih untuk melihat naskahnya. Menemukan analogi yang pas.
![]() |
Bersama Mbak Retno Wulandari PR Manager Hotel Sunan |
Wow, dalam waktu 2.5 jam bersama Dee, banyak sekali hal baru yang dakuw dapatkan. Inshaa Allah, menjadi bekal untuk menuliskan novel komedi romantisku yang dimulai bulan ini. Chaiyo, semangat! Acara diakhiri dengan sesi tanda-tangan dan foto bersama Dee, antrian cukup mengular dan dilayani Dee tetap dengan wajah sumringah. Subhanallah, keren banget Dee!
![]() |
yippiee dapat kaos Gelombang! |
Yang keren, Mbak Ety Abdul terpilih sebagai peserta yang dapat kesempatan emas, lunch date bareng Dee! Waa...Mbak Ety sampai speechless hihihi.
![]() |
Foto Bareng Peserta Dee's Coaching Clinic Solo |
Terima kasih kepada Mbak Dewi Lestari, Mas Imam Risdiyanto, Mbak Avicenna, dan Penerbit Bentang Pustaka yang memberi kesempatan pada dakuw untuk menghadiri acara
Dee's Coaching Clinic yang keren ini. Sukses ya!