Dear Temans,
Alhamdulillah, tadi sudah menjelajah pameran buku. Sendirian pula jadi bebas merdeka. Nggak rempong kejar-kejar bocah di lorong pameran, hahaha.
Sempat berharap ada Penerbit Mizan seperti pameran sebelumnya, tapi ternyata nggak ikutan. Ya, pameran bukunya nggak begitu banyak bukunya. Jangan dibandingkan dengan pameran buku di Istora ya, hehe. Tapi, lumayan untuk cuci mata. Senang juga, akhirnya kotaku juga punya pameran buku yang rutin diadakan. Kemajuan hehe.
![]() |
cover depan nggak terlalu nampak kalau bajakan |
Kemarin kan baru dipinjamkan buku-buku sama Taro, jadi masih ada stok bacaan deh. Niatnya selain memantau *halah, juga ingin cari buku mewarnai dan buku stiker untuk Alde dan Nailah. Kedua bocah ini hobi banget mewarnai dan menempel. Daripada beli buku baru di Gramed, mahal kan ya. Mending memborong di bukfer, hehe *Mak Irits.
Tujuan utama sudah ditemukan, waktunya berkeliling. Asyik nongkrong di sebuah stan yang menjual buku-buku dengan diskon besar. Seperti buku agatha Christie, Rick Riordan, dll. Ternyata, penjualnya berasal dari Demak dan baru pertama kali ikut pameran disini. Ia ingin tahu bagaimana animo penduduk kota ini terhadap buku.
"Biasanya, orang beli bukan lihat isinya. Tapi tebal tipisnya. Kalau tipis tapi harga mahal, protes. Aneh ya," kata si bapak terkekeh. Ia cerita kalau punya kios buku di Palasari, Bandung.
"Ini Dunia Anna, asli." katanya menunjukkan buku Jostein Garder terbitan Mizan. Sayang, aku keliyengan kalau baca novelnya Jostein. Nggak nyampe otakku! Wkwkw. Mesakke, jan!
Capek bongkar-bongkar tumpukan buku sambil rumpi, aku beralih ke stan sebelah.
Banyak buku obral di stan buku sebuah penerbit asal Yogya. Setiap pameran dimanapun, penerbit ini selalu mengobral buku-buku terbitannya. Buku dibandrol 15.000-25.000 saja.
Beberapa buku karya penulis yang jadi kontakku di medsos mejeng disitu. Entah kenapa diobral, padahal isinya menarik, covernya ciamik. Ah, Inshaa Allah, kunjungan berikutnya mau kuborong ah.
Sayang juga, melihat buku-buku diobral. Sebagai pembaca dan bakul sih, senang dapat buku bagus harga murah. Tapi, saebagai penulis? Sakitnya tuh disiniii! Hiks.
Sudah capek-capek menulis, memeras otak dan rasa menyelesaikan naskah novel beratus halaman, menunggu kabar berbulan-bulan hingga akhirnya diterima, lalu menantikan proses editing hingga naik cetak dan mejeng di tobuk itu pun butuh waktu cukup panjang. Belum lagi menanti royalti.
Sudah capek-capek menulis, memeras otak dan rasa menyelesaikan naskah novel beratus halaman, menunggu kabar berbulan-bulan hingga akhirnya diterima, lalu menantikan proses editing hingga naik cetak dan mejeng di tobuk itu pun butuh waktu cukup panjang. Belum lagi menanti royalti.
Lalu, diobral?
Nggak pa pa sih, kalau buku kita sudah terbitan lawas. Sudah masanya. Kalau masih anyar? Huhu. Memilih penerbit yang bagus promosi dan distribusinya pun sebuah keniscayaan. Jangan asal terbit. Lho, malah curcol.
Setelah itu, aku pindah tongkrongan di stand seberangnya. Ada tulisan buku obral. Langsung mendekat dong, kayak Pooh mendekati sarang madu, hehe. Ternyata, ada buku-buku Sastra lama seperti Djamin dan Djohan, diobral 10.000.
![]() |
lihat bagian dalam baru ketahuan, cetakannya nggak jelas kayak fotokopian ada halaman yang hilang |
Mengubek-ubek raknya lagi, kaget menemukan tetralogi Pulau Buru seperti Bumi Manusia, dkk dibandrol 30.000 saja. Tanganku mengubek-ubek lagi. Ada Burung-Burung Manyar milik Romo Mangun dari Penerbit Djembatan dibandrol 25.000. Ah, mungkin karena buku lama ya? Tapi kan termasuk langka?
Makin penasaran, kok ada buku baru Ustad Felix Siaw. Terus, ada buku-buku Andrea Hirata. Lho, kok ada beberapa novel Tere Liye termasuk yang terbaru Rindu, buku-buku Asma Nadia seperti Aisyah Putri. Dunia Anna-Jostein Garder, buku Dan Brown yang Inferno dan...The Silkworm-Robert Galbraith hanya 30 ribu rupiah! Harga aslinya kan 100 ribu ya? Masa buku laris dan terbilang baru, diobral?
Masya Allah, ternyata buku-buku ini bajakan!
Pertama, dari harganya saja sudah kelihatan. Masa, buku-buku laris semurah itu?
Kedua, setelah diteliti lagi, cover dan back covernya agak buram, dibanding buku asli. Seperti novel Rindu-Tere Liye, kebetulan aku bawa di tas, milik Taro. Beda sekali. Yang bajakan buram, dan nggak ada segel yang blink-blink di belakang buku.
Ketiga, aku plarak-plirik, membuka plastik buku. Takut dipergoki penjaga stan, hehe.
Dan benarlah. Cetakannya buram. Membacanya nggak seru deh, bikin sakit mata. Jangan-jangan ada yang lepas halamannya, atau nggak lengkap? Pasti nggak seayik membaca yang asli. Nggak layak dikoleksi juga. Sama seperti nonton DVD bajakan.
Mau difoto, takut ketahuan! Hehe.
Jadi sediih. Kalau buku kurang laku, walau baru terbit langsung diobral. Sedangkan buku yang laris, malah dibajak. Ngenes pisan ya penulis teh nasib na!
Soal buku bajakan ini, selain di pusat buku seperti Shopping dan Palasari, bisa juga dijajakan oleh pedagang kaki lima di lampu merah. Terlalu! Tapi, baru kali ini aku dapatkan di pameran buku, hiks.
Fiuh. Sumpah, miris banget.
Kebayang deh berapa banyak orang yang membeli ini dan penulisnya tidak mendapat royalti?
Ya, buku-buku yang dibajak tentu saja yang mega best seller dari penulis seperti Andrea Hirata, Kang Abik, Dee Lestari dan mereka tentu sudah menghasilkan ratusan juta bahkan milyaran rupiah dari bukunya.
Tapii, tetap saja kan, mereka dirampok oleh para pembajak! Royalti yang mestinya jadi hak mereka. Hasil keringat, air mata, perasaan, dan pikiran mereka. Coba kalau kita yang mengalami? Huhu.
Tapi, gimana ya?
Pemerintah tak berdaya menghadapi pembajakan. Atau mungkin, para penerbit bersatu-padu merazia dan mengusut jaringan sindikat pembajakan ini bersama Kepolisian hingga tuntas. Bisakah?
Sambil menanti gebrakan itu, sebaiknya dimulai dari kita. Jangan beli buku bajakan atuh, yang asli lebih nyam nyam. Halal lagi!